Penyambutan Era Bank Digital dan Pengaruhnya Terhadap Harga Emiten Bank Mini

Pesatnya perkembangan teknologi membuat manusia terpacu untuk berinovasi guna memudahkan setiap aktivitas mereka di berbagai bidang. Salah satunya adalah kehadiran bank digital yang memungkinkan para nasabahnya dapat melakukan semua kegiatan perbankan, mulai dari pembukaan rekening hingga transaksi, hanya melalui smartphone.

Di Indonesia saat ini, euforia penyambutan era bank digital semakin menguat. Akselerasi transformasi digital yang menjadi fokus utama OJK dalam Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) 2020-2025 membuat era digitalitasi perbankan tidak terelakkan. Potensi bank digital Indonesia juga sangatlah besar dikarenakan sisi geografis Indonesia yang masif dan luas membuat 51% masyarakat belum memiliki akses layanan perbankan formal.

Sebelumnya, OJK telah mengeluarkan peraturan untuk mempersiapkan adaptasi tren digitalisasi yang menuntut bank bermodal kecil memenuhi modal inti minimum dari Rp 100 miliar menjadi Rp 3 triliun hingga akhir Desember 2022 melalui Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020. Sentimen akselerasi kapasitas modal perbankan ini memicu perlombaan kompetitif korporasi dan perusahaan rintisan (start-up) untuk menanamkan modal di bank-bank mini guna mentransformasikannya menjadi bank digital.

Fenomena pencaplokan bank mini oleh para pemodal besar bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, pada draf peraturan OJK terkait permodalan bank digital, disampaikan bahwa modal pengkonversian bank eksisting menjadi bank digital hanya sebesar 3 triliun, jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan modal pendirian bank digital baru yang sebanyak Rp 10 triliun. Akibatnya, aksi untuk mengakuisisi bank-bank ‘mini’ untuk dipermak menjadi bank digital terlihat lebih menarik daripada mendirikan bank digital dari nol.

Sentimen kuat terhadap prospek transformasi bank digital tersebut rupanya telah membuat emiten-emiten bank mini bergerak liar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2021.

Sejak awal tahun, segelintir emiten bank mini yang telah meroket tinggi di bursa adalah ARTO (PT Bank Jago Tbk) dengan kenaikan 222,69%, BNBA (PT Bank Bumi Artha Tbk.) dengan kenaikan 778,31%, hingga BANK (PT Bank Net Indonesia Syariah Tbk) dengan persentase kenaikan hingga 1.650%.

 

Saham Bank Mini Top Gainers – BNBA (PT Bank Bumi Artha Tbk.)

Salah satu emiten yang terdampak sentimen bank digital adalah salah satu bank BUKU II yakni PT Bank Bumi Artha Tbk. (BNBA). BNBA dirumorkan telah masuk radar induk usaha Shopee yaitu Sea Group untuk dijadikan sebagai bank digital yang melayani Shopee.

Harga saham BNBA saat penutupan terakhir kemarin ditutup pada Rp 3.320 per saham, menguat 24,81% atau mentok auto rejection atas dalam sehari. Ini adalah harga tertinggi saham BNBA sejak IPO tanggal 1 Juni 2006. Harga saham BNBA ini sudah melonjak 778,31% sejak awal tahun.

Saham BNBA secara primary trend dan secondary trend nya sedang bergerak uptrend karena candle bergerak di area atas baik dari garis MA 200 maupun MA 20-nya. Jika diamati melalui volume perdagangan dapat terlihat bahwa terjadi penurunan transaksi yang menandakan tren mulai melemah (kurangnya minat partisipasi pelaku pasar). Dilihat melalui indikator MACD, MACD (biru) sudah memotong signal line (merah).

Sumber Referensi :

https://analisis.kontan.co.id/news/saham-bank-kecil

https://www.cnbcindonesia.com/market/20210216140852-17-223719/bank-kecil-disulap-jadi-bank-digital-siapa-saja-pemodalnya

https://bahasan.id/mengenal-bank-digital-layanan-perbankan-jaman-now/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *